- selamat malam wahai buhul angin yang menetes di derit jendela., kuhantar kau menuju kejauhan yang berlalu pada tembok bebal, pada serangkaian gelisah yg merelief wajahku di dinding kamar, yang memberatkan mataku dalam gugusan diam
- Ada yang berbeda dengan takbir yang merembes subuh ini,Semakin menyayat ketika tahmid pun mulai bersemai.Aku mencoba menyelam kedalam puisi-puisi Namun semakin aku selami Semakin aku tertatih dan lunglai,Perih di setiap sel terasa menari-nari Sukma terasa tertusuk belati Dan tanpa kusadari airmatapun berderai. Berapa jauh jalan yang telah kujalani? Berapa banyak waktu yang aku miliki? Berapa banyak cita-citaku yang telah tercapai? Berapa banyak yang telah kuraih? Tapi selalu saja buatku tidak berarti Tapi selalu saja tak disyukuri Malah menggerutu dan mencaci Meledaklah letup api Bersama jumawa yang sering menghantui Kontras dengan sejuknya pagi Dan mengalir deraslah derai.kukumpulkan gairah yang terberai Ketika kiblat menyentuh dahi Menyiapkan diri Kembali mengejar mentari.
- aku mendengar cicak berbisik di dinding, aku mencium aroma waktu berkarat dan kering. gelisah nampak gerimis, berlalu dalam diri yang mendesis. bau kopi tak mampu mengirim risau ke mulut cangkir. tiktok jam, dan malam sepertiga akhir. mengusung sepi beralamat jauh, sampai ke tingkap paling rapuh... duh, bayang masakanak. adakah kau mengerti, bila remaja telah mengusaikan kejujuranmu berkata. aku berjalan pada sepi yang menjadi mantel, dan sunyi sebagai isyarat tanpa tanda tanya aku mengatupkan setiap permenungan ke dalam segala yang tak ada, dan siapa-siapa yang mampu kusebutkan satu persatu, hadir dengan sendiri aku mendengar cicak kesepian, aku melihat jiwaku yang kesepian, di tengah malam yang retak tanpa simpul
- ajarkan padaku bagaimana membelai hujan yang runtuh di matamu. sebab, badai-badai yang sembunyi di mataku, senantiasa alpa mengecupmu. ah, kecupan maut kukira. menetes ke dalam hatimu. bukalah hatimu. pada perasaan yang tak sempat diziarahi, pada rasa sayang yang kau kubur di tanah basah. bukalah segala hakikat, atas beribu-ribu sepi menghadapmu, beribu-ribu hasrat menginginkanmu, beribu-ribu tangan mengetukmu, beribu-ribu puing menunggumu. berhentilah akan diammu wahai sasmita diri. ajarkan aku mencintai kamu, akan pagi bersama gerakan yang muncul di kalam matahari. biarkan perasaan ini menuliskan sinarnya untuk hatimu. sampai aku menjadi beku dalam selimut, kemudian menguap dalam mimpi-mimpi yang luluh. tanpa kata-kata.
- kupindahkan perasaan ke dalam gelas, ia lebih segar dari lemon tea kesukaanmu tegukan pertama adalah tarikan nafasku yang rebah di tenggorakanmu
Adakah Kilau Rembulan Yang Mengapung indah di beranda matamu adalah sebuah ruang renung untuk memahami lebih dalam setiap desir luka,serpih tawa,isak tangis, jerit rindu dan keping kecewa yang memantul pelan dari dinding hatimu? jadikanlah itu kembang dan kepak kupu-kupu bersayap cemerlang seraya melukis potongan kisahmu di kanvas batin...agar kau lebih mengenal Tuhanmu.

Senin, 31 Januari 2011
Dzikir Sunyi Pada Semesta
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar